Ketika dulu awal-awal belajar K3, dosen sering mengingatkan kalau K3 itu 'ilmu dan seni'.
Ilmu yang tersusun dari berbagai cabang disiplin ilmu, misalnya teknik, kesehatan (fisiologi, patologi, virologi, dst), manajemen, hukum, dll.
Disamping itu, K3 juga 'seni', karena penerapannya tidak bisa sama. Tergantung kondisi lapangan, orang yang ada di tempat kerja, tantangan, peluang, dst.
Saya menemukan poster yang menarik dari safetyrisk.net tentang safety school of thought ('mazhab-mazhab' atau aliran-aliran dalam pemikiran/ilmu K3).
Terlihat jelas bagaimana dasar teori atau konsep yang dipegang menjadi landasan praktis implementasi/penerapan program atau kebijakan K3 di lapangan.
Hal ini menyadarkan juga, bahwa ada banyak perspektif/sudut pandang yang berbeda dalam melihat K3.
Keanekaragaman pendapat bisa memperkuat dan menjadi modal yang berguna bagi perumusan program K3.
Ada pepatah yang bagus berbunyi "if your only tool is a hammer, then every problem looks like a nail". Kalau kamu cuma punya palu, maka setiap masalah akan terlihat seperti paku.
Seperti seorang anak kecil. Kalau dikasih palu, maka semua benda akan dianggap seperti paku (langsung digetok-pukul terus saja).
Maka dari itu, penting bagi para praktisi untuk terus belajar/mengembangkan diri. Melihat dari beberapa sudut pandang berbeda.
Mengadopsi, mengembangkan dari konsep/teori yang ada (dipahami/diwarisi sebelumnya), tapi tidak menutup diri untuk menantang konsep tersebut dan memberikan kesempatan pandangan baru (new view). Mencoba melihat K3, dari sudut yang berbeda (safety differently).
---000---
Depok, 12 Januari 2021
Syamsul Arifin, SKM. MKKK. Grad IOSH.
Referensi: Dr Rob Long. Poster: A Great Comparison of Risk and Safety Schools of Thought.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar