Tidak sedikit perusahaan yang
mencanangkan target nihil kecelakaan kerja baik yang 'lost time accident' ataupun 'recordable
accident'. Tidak jarang, target tersebut dikaitkan dengan bonus atau
insentif tertentu. Bahkan pemerintah pun mengeluarkan award atau penghargaan untuk pencapaian tersebut.
Program insentif/bonus yang
diberikan perusahaan jika pekerjanya berhasil mencapai nilai rate
insiden tertentu, ternyata bisa berdampak negatif, demikian laporan Government
Accountability Office (GAO) bulan April 2012.
Sebagai contoh kasus, ledakan
yang terjadi Maret 2005 di kilang British Petroleum di Texas yang menewaskan 15
pekerja dan mencederai 180 pekerja lainnya. Pengilangan tersebut memiliki
program insentif yang mengikat bonus pekerja -akan diberikan jika mencapai
angka kecelakaan dan sakit yang rendah. Sebuah studi pasca ledakan yang
dilakukan oleh tim independen pada Januari 2007 menemukan salah satu isu
–diantara sebab lain terjadinya
ledakan- bahwa para pekerja takut akan akibat yang didapat jika melaporkan
kondisi yang berpotensi bahaya di area pengilangan.
Pada Oktober 2009, GAO juga menerbitkan laporan bahwa program
insentif keselamatan bisa menjadi faktor kekhawatiran disincentive (kehilangan uang bonus) yang mendorong para pekerja
untuk tidak melaporkan cedera atau sakitnya kepada perusahaan.
Sebagai bagian dari Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, banyak perusahaan yang menerapkan
program insentif/bonus untuk mendorong keselamatan di tempat kerja. Program
tersebut umumnya berupa memberikan hadiah ke para pekerja jika mencapai
obyektif keselamatan tertentu. Contoh dari hadiah tersebut bisa berupa uang,
makanan, barang atau pengakuan secara terbuka. Perusahaan bisa membuat penilaiannya berdasarkan kinerja individu
maupun grup, tergantung format
program yang diinginkan.
Secara umum, ada 2 tipe program insentif: program yang berdasarkan angka
rate -yang diberikan ke para pekerja jika bisa mempertahankan rate insiden
cedera atau sakit yang rendah- dan program insentif yang berdasarkan perilaku
–yang diberikan terkait perilaku tertentu semisal jika pekerja melaporkan
bahaya, nearmiss, merekomendasikan
saran perbaikan mengenai keselamatan, dll-.
Program yang berdasarkan angka
rate akan memberikan penghargaan semisal bonus dan hadiah kepada pekerja atau grup yang tidak memiliki atau
mempunya angka cedera dan sakit yang rendah selama periode waktu tertentu.
Sebagai contoh program insentif berdasarkan angka rate, perusahaan akan
memberikan semua pekerja bonus uang 1
juta jika tidak ada kecelakaan dan sakit yang tercatat selama satu tahun penuh.
Program yang berdasarkan perilaku akan memberikan penghargaan kepada
pekerja atau grup yang telah menunjukkan perilaku keselamatan, namun tidak
terikat dengan nilai rate cedera atau sakit yang rendah. Contoh program
insentif berdasarkan perilaku, perusahaan akan memberikan kartu hadiah jika
pekerja mengidentifikasi-melaporkan kondisi yang berbahaya dan memberikan saran
perbaikan untuk keselamatan. Program ini juga bisa mengikutkan pemberikan
tindak kedisiplinan bagi pekerja yang tidak mengikuti prosedur atau peraturan
keselamatan.
Meski tidak banyak penelitian ilmiah yang membahas korelasi antara program
insentif dengan angka kecelakaan dan pelaporan kecelakaan, namun beberapa ahli
mengatakan bahwa program insentif berdasarkan rate bisa mendorong keengganan
untuk melaporan kecelakaan dan sakit.
Sebagai ilustrasi, jika pekerja mendapatkan cedera ringan yang mudah
disembunyikan, sedangkan hadiah dari program insentif keselamatan cukup besar,
maka dia kemungkinan besar akan menyembunyikan kecelakaannya agar bisa tetap
mendapatkan hadiah.
Potensi untuk tidak melaporkan kecelakaan bahkan menjadi lebih besar jika
ada peer pressure/tekanan kelompok
pada korban untuk tidak melaporkan cederanya. Hal ini bisa terjadi apabila
format program insentif hanya akan memberikan hadiah kepada tim jika tidak ada
satupun dari anggota tim yang mengalami kecelakaan, maka akan ada tekanan
kepada seluruh anggota tim untuk tidak melaporkan kecelakaan karena tidak ingin
dianggap sebagai orang yang merusak bonus banyak orang.
Jika ada pekerja yang tidak melaporkan kecelakaan atau sakitnya, seluruh
pekerja di dalam perusahaan berada dalam resiko karena sumber bahaya akan tetap
tersembunyi, tidak ada hal yang bisa dipelajari sebagai hasil dari investigasi
kecelakaan, tidak ada tindak perbaikan yang dilakukan guna mencegah terulangnya
kecelakaan itu di masa mendatang, dan pekerja yang cedera tersebut bisa jadi
tidak mendapat perawatan medis yang diperlukan, atau pekerja tersebut tidak
mendapat kompensasi yang seharusnya dia dapatkan.
Meski program insentif-berdasarkan-rate bisa mendorong pekerja untuk tidak
melaporkan kecelakaan atau sakit, efek serupa penerapan program ini mungkin
tidak akan terlihat signifikan pada perusahaan yang telah memiliki budaya
keselamatan kerja yang kuat.
Pada Juni 2011, Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
menerbitkan memo kebijakan tentang kriteria spesifik untuk program insentif
keselamatan, isinya mengenai format program insentif yang dianjurkan dan yang
dilarang.
Bagi perusahaan yang ikut dalam program Voluntary Protection Programs
(VPP), OSHA mengharuskan perusahaan-perusahaan tersebut untuk menghilangkan
atau merubah bentuk program insentif yang dapat mendorong pekerja untuk tidak
melaporkan kecelakaan ataupun sakit.
Namun OSHA tidak melarang semua bentuk program insentif, karena pada
kenyataannya, program insentif yang positif akan mendorong atau memberikan
penghargaan bagi pekerja yang terlibat dalam panitia keselamatan perusahaan,
menyelesaikan pelatihan keselamatan dan kesehatan, atau melaporkan kecelakaan,
sakit, near miss, atau bahaya yang pada akhirnya akan mendorong keterlibatan
pekerja di dalam Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Sistem
insentif yang mendorong keterlibatan pekerja merupakan suatu hal yang berharga
dalam Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja perusahaan.
Sebagai praktisi K3, sudah
saatnya kita mengubah perspektif ketika membuat program insentif K3. Kita harus mulai memandang K3 sebagai
kapasitas, bukan hanya sebagai produk/hasil akhir suatu aktifitas (tidak ada
kecelakaan). Sederhananya, jangan dilihat dari aspek lagging indikator, tapi mulailah
untuk menilai/mengapresiasi usaha proaktif pencegahannya (leading indicator).
Mengutip Sidney Dekker, "we
should not define safety as an absence of negatives, but the presence of
positive capacities", kita sebaiknya tidak mendefinisikan
keselamatan sebagai ketiadaan hal negatif, tapi mendefinisikan keselamatan sebagai
keberadaan kapasitas positif (organisasi).
Tempat kerja tanpa kecelakaan bagai mimpi indah di tengah siang bolong. Gimik bombastis yang
terlalu menyederhanakan persoalan untuk merebut hati manajemen (dan menyesatkan
mereka).
Saatnya kita membangun organisasi pembelajar sejati, yang menerima fakta bahwa manusia bisa saja
berbuat salah. Jadikan kecelakaan bukan sebagai aib, tapi sebagai momen menuju perbaikan
berkelanjutan (continuous improvement).
Jangan pernah beranda-andai kecelakaan tidak akan terjadi, tapi persiapkan
sistem yang bisa meredam kecelakaan dan dampaknya sehingga tidak akan
ter-eskalasi menjadi serius -deteksi dini kondisi abnormal dan recover bencana.
Hal ini bisa dibangun kalau ada pelaporan kejadian yang intens, sehingga bisa
menjadi umpan balik perbaikan organisasi dan tempat kerja.
Kita mungkin sudah baik dalam mengidentifikasi bahaya, tapi apakah kita
juga sudah mempersiapkan hal-hal yang diperlukan ketika terjadi hal yang tidak
diinginkan, supaya bisa segera meredam dan segera melanjutkan operasi bisnis
dalam kondisi normal?
Meyakini kecelakaan akan terjadi menjadikan kita sebagai manusia/pekerja
yang realistis (vulnerable
atau rentan celaka), sadar bahaya
dan risiko, dan siap menghadapi kondisi siaga darurat.
Maka dari itu, harus dipahami
bahwa insentif yang niat awalnya untuk memotivasi pekerja dalam aspek
keselamatan, bisa jadi bumerang yang malah memukul kinerja positif pelaporan
kejadian, kalau tidak diterapkan dengan benar.
---000---
Penyusun: Syamsul Arifin, SKM. MKKK.
Kandidat Doktor Manajemen,
Universitas Brawijaya
Referensi:
- Government Accountability Office. Better OSHA Guidance Needed on Safety Incentive Program. April 2012. Washington, USA.
- Occupational Safety & Health Administration. Employer Safety Incentive and Disincentive Policies and Practices Memo. Maret 2012. Washington, USA.
- Dekker, Sidney. Safety Differently. Human Factors for a New Era. 2015. Florida, USA.
Artikel ini dimuat juga di majalah Katiga Edisi Februari-Maret 2020. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar