Dalam dunia K3
(Keselamatan Kesehatan Kerja), pelanggaran secara sederhana dapat diartikan sebagai
tindakan sengaja yang tidak mengikuti suatu peraturan/prosedur.
Biasanya, pelanggar mengetahui
peraturan/prosedur yang tidak ia patuhi. Hal tersebut dilakukan untuk menghemat
waktu dan tenaga ketika bekerja guna memenuhi atau mencapai target pekerjaan.
“Memotong kompas” orang biasa mengistilahkannya.
Dalam menyikapi
pelanggaran, kita harus berhati-hati. Jangan gegabah, terlalu mudah
menggeneralisir dan memberikan sanksi hukuman.
Sebab ternyata, jika mau
didetailkan, pelanggaran menurut HSE UK (Health Safety Executive Inggris) bisa
dibagi menjadi tiga tipe: rutin, situasional, dan exceptional (istimewa atau pengecualian).
Pelanggaran rutin terjadi
ketika ketidakpatuhan terhadap suatu peraturan/prosedur menjadi suatu hal yang
umum, diketahui dan dipahami bersama bahwa peraturan yang ada sebetulnya tidak
bisa diterapkan. Ciri pelanggaran ini dapat dikenali dengan tidak adanya
penegakan kedisiplinan yang berarti terhadap pelanggar; dan bisanya hal ini dilakukan
oleh sebagian besar pekerja.
Contoh pelanggaran rutin
misalnya penandatanganan atau pemberian izin PTW (Permit To Work) tanpa melakukan pemeriksaan lapangan sebelumnya
oleh pihak yang berwenang mengautorisasi pekerjaan (Permit Approval); penggunaan tangga darurat untuk berpindah antar
lantai; dan pengendara sepeda motor yang mengebut melebihi batas kecepatan
jalan.
Pelanggaran situasional,
sesuai namanya, terjadi untuk mengakomodir faktor situasi atau kondisi
pekerjaan, misalnya tekanan waktu yang mendesak/mepet, keterbatasan desain
tempat kerja, tidak sesuai atau tidak memadainya peralatan bekerja, dan cuaca.
Ketika dihadapkan dengan
situasi kerja yang tidak terduga, pekerja bisa saja meyakini bahwa peraturan
yang umum tidaklah selamat untuk diterapkan, atau jika peraturan diterapkan
maka pekerjaan tidak akan dapat diselesaikan, karenanya pekerja melanggar
peraturan tersebut.
Biasanya, pelanggaran
situasional hanya sekali. Namun, jika kondisi yang memicu pelanggaran
situasional tidak segera diperbaiki, maka lambat laun, pelanggaran ini akan
menjadi pelanggaran rutin.
Contoh pelanggaran
situasional misalnya pengemudi truk barang paket yang harus mengebut atau melanggar
batas kecepatan agar bisa menyelesaikan daftar barang yang harus diantaranya di
hari itu.
Pelanggaran exceptional (istimewa atau pengecualian)
biasanya jarang terjadi, dan hanya terjadi pada kondisi tidak wajar (abnormal) dan kondisi darurat. Pekerja
berusaha menyelesaikan masalah yang ada di tempat kerja dengan memperhitungkan
tingkat risiko ketika melanggar peraturan.
Contoh pelanggaran exceptional misalnya menunda aktifasi
ESD (Emergeny Shut Down) ketika
kondisi darurat untuk mencegah kehilangan produksi; dan mengebut untuk
menghadiri rapat setelah mengalami pecah ban.
Untuk mencegah
pelanggaran, ada dua pendekatan yang dapat digunakan: pendekatan individual dan
organisasi.
Pendekatan individual
fokus pada personil yang melanggar peraturan, dan biasanya mempergunakan
program keselamatan berbasis perilaku (behavior
based safety) dan/atau program pengawasan oleh pimpinan kerja.
Menurut Cooper, komponen
ideal program keselamatan berbasis perilaku adalah: identifikasi perilaku
berisiko, pengembangan daftar observasi yang sesuai, melatih semua pekerja,
melakukan observasi, dan menyediakan umpan balik hasil program.
Pendekatan organisasi
lebih menfokuskan pada faktor kondisi dan organisasi yang berkontribusi pada
kejadian pelanggaran. Dengan menghilangkan faktor pemicu eksternal dan
mengoptimalkan organisasi dan kondisi teknis, tingkat pelanggaran bisa
dikurangi.
Groenewed menjabarkan 11
faktor risiko organisasi yang bisa mengarahkan pekerja lapangan melakukan
pelanggaran. Yaitu: desain atau tata ruang tempat kerja; pelatihan untuk
optimalisasi kinerja; perangkat keras pekerjaan (mesin, peralatan); komunikasi
(tertulis dan verbal); manajemen perbaikan (penjadwalan dan pelaksanaan perbaikan);
konflik tujuan (prioritas K3 dibandingkan tujuan produksi dan pengendalian
biaya); penatalaksanaan/housekeeping
(penyimpanan dan fasilitas limbah); kualitas struktur organisasi; kondisi
pemicu error eksternal (panah,
dingin, bau) dan internal (motivasi, kebosanan, perilaku sok jantan); pelindung
kerja (semisal Alat Pelindung Diri, Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan); dan
prosedur (kualitas dan efisiensi prosedur atau persyaratan kerja).
HSE UK juga memberikan
rekomendasi dalam pencegahan pelanggaran K3 dengan membagi berdasarkan 3
kategori pelanggaran yang telah disebutkan sebelumnya.
Pelanggaran rutin bisa
diminimalisir dengan meningkatkan persepsi pekerja terhadap risiko kerja,
meningkatkan pemahaman akan maksud dibalik sebuah peraturan dan konsekuensi
jika dilanggaran peraturan tersebut (kegagalan apa yang akan terjadi jika
peraturan dilanggar), mengefektifkan pengawasan; dan mengurangi sejumlah
peraturan yang tidak perlu.
Pelanggaran situasional
bisa diminimalisir sebab-sebab pekerja “memotong kompas” seperti desain kerja
yang buruk, persyaratan kerja yang tidak sulit dipenuhi, beban dan target kerja
yang tidak realistis, prosedur yang tidak realistis dan faktor lingkungan yang
merugikan.
Pelanggaran exceptional
bisa dikurangi dengan perbaikan sikap atau budaya organisasi (pelibatan
pekerja, mempromosikan pelaporan pelanggaran, dan memberikan pelatihan tambahan
guna menghadapi kondisi tidak normal atau darurat.
Sejatinya, peraturan dan
prosedur K3 dibuat untuk mencegah kecelakaan, namun terkadang, bisa jadi
ketidakpatuhan untuk mengikuti prosedur memberikan hasil akhir yang lebih
selamat, misalnya pada kasus yang istimewa/pengecualian. Beberapa pekerja di
Piper Alpha platform melompat dari platform -melanggar prosedur tanggap darurat
untuk mengakses sekoci penyelamat di area akomodasi-, namun, malah pekerja yang
mengikuti prosedur tanggap darurat yang pada akhirnya tewas dalam kejadian
kebakaran dan ledakan di platform Piper Alpha tahun 1988.
Karenanya, pelanggaran
yang tidak memberikan hasil akhir yang negatif, tidak masuk ke dalam kategori
pelanggaran di dalam klasifikasi human
error (kesalahan manusia).
Akhirnya, mengetahui tipe
dan motivasi pelanggaran menjadi penting agar bisa mengidentifikasi penyebab
dan membuat program pengendalian yang tepat, bukan hanya sekedar mengambil
tindakan disipliner yang bisa jadi tidak akan memberikan perbaikan apa-apa
terhadap penurunan kejadian pelanggaran di tempat kerja.
---000---
Penyusun:
Syamsul Arifin, SKM,
MKKK.
Praktisi K3 Balikpapan
Referensi:
·
Health and Safety Executive UK. Human
Failure Types.
·
OSHwiki, EU-OSHA. Violation of OSH rules and procedures. Diakses di: https://oshwiki.eu/
wiki/Violation_of_OSH_rules_and_procedures
·
National Offshore Petroleum Safety and
Environmental Management Authority (NOPSEMA). Human Error. Di akses di https://www.nopsema.gov.au/
resources/human-factors/human-error/
Tulisan ini dimuat juga di Majalah Katiga, edisi April - Mei 2018 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar