Ketika pengendalian teknis/rekayasa teknik, praktek kerja
selamat, dan pengendalian administratif tidak dapat diterapkan atau tidak
memadai untuk melindungi pekerja, pengusaha harus menyediakan Alat Pelindung
Diri (APD) dan memastikan pekerja memakainya.
Pasal 14 Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja mewajibkan pengusaha menyediakan APD secara cuma-cuma kepada
pekerja dan tamu yang memasuki area kerja.
APD adalah pertahanan terakhir yang bertujuan untuk mengurangi
tingkat keparahan jika pekerja terpajan berbagai macam bahaya di tempat kerja. Sehingga
perlu diingat bahwa urutan langkah-langkah pengendalian bahaya seperti
eliminasi, substitusi, rekayasa teknik, pengendalian administratif, harus sudah
dicoba terlebih dahulu.
Contoh APD adalah sarung tangan, pelindung kaki, mata,
pendengaran (earplug, earmuff), helm,
pelindung pernafasan (respirator),
dan baju pelindung.
Secara umum, pengusaha bertanggung jawab untuk melakukan
penilaian bahaya di tempat kerja guna mengidentifikasi dan mengendalikan
bahaya; mengidentifikasi dan menyediakan APD yang sesuai; melatih pekerja
mengenai cara memakai dan merawat APD; menjaga ketersediaan APD, termasuk
mengganti APD yang rusak; dan secara berkala meninjau, memperbaharui, dan
menilai keefektifitasan program APD yang ada.
Sedang dari sisi pekerja, pekerja diwajibkan untuk
memakai APD dengan benar; menghadiri pelatihan mengenai APD; merawat,
membersihkan dan menjaga APD yang sudah diberikan; serta memberitahu pengawas
jika harus memperbaiki atau mengganti APD yang sudah rusak.
Identifikasi bahaya keselamatan dan kesehatan adalah
langkah penting pertama dalam memastikan kesuksesan program APD. Contoh bahaya
keselamatan semisal benda berputar, suhu tinggi atau rendah, benda yang dapat
menjepit, bahaya listrik, dan benda tajam; sedang contoh bahaya kesehatan bisa
berupa paparan berlebihan debu, bahan kimia, dan radiasi.
Penilaian bahaya (hazard
assessment) bisa dilakukan dengan melakukan survei keliling area kerja guna
mencatat potensi bahaya yang ada. Beberapa potensi bahaya bisa berupa bahaya
fisik (benda bergerak, benda stasioner di jalur lintasan, berada pada jalur
lintasan bahaya/berada dijalur pergerakan mesin; mekanik, benda berputar, benda
tajam; api, panas dan dingin; radiasi pengion dan radiasi bukan pengion),
bahaya kimia, dan biologi.
Selain mencatat bahaya di area kerja, hal lain yang perlu
periksa yaitu proses produksi, prosedur kerja, peralatan dan bahan material
yang dipergunakan, produk dan limbah produksi, tata letak tempat kerja, dan
faktor individual pekerja. Disamping itu juga, catatan kecelakaan atau penyakit
akibat kerja dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat untuk menentukan
APD yang sesuai.
Penilaian bahaya pada area kerja harus diulang jika ada
perubahan pada kondisi kerja, peralatan, bahan yang dipergunakan, atau prosedur
operasi yang dapat menimbulkan bahaya baru.
Penilaian bahaya di tempat kerja harus didokumentasikan
dengan mencantumkan area kerja yang dievaluasi, nama evaluator, tanggal evaluasi,
dan identifikasi yang menyatakan bahwa penilaian bahaya telah selesai
dilakukan.
Langkah selanjutnya yaitu pemilihan APD yang sesuai
dengan bahaya yang telah diidentifikasi. Ketika memilih APD, pastikan produk
tersebut memiliki tanda kesesuaian dengan standar industri, semisal American National
Standards Institute (ANSI), PPE Directive 89/686/EEC untuk negara Uni Eropa, dan
Standar Nasional Indonesia (SNI).
Pilihlah juga APD yang pas dan nyaman bagi pekerja untuk
meningkatkan penggunaannya di lapangan. Perhatikan ukuran, berat, dan aspek
ergonomis suatu APD.
Pekerja juga dapat dilibatkan dalam pemilihan model APD
tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan pengujicobaan 2 atau 3 contoh APD di
lapangan, agar dapat dievaluasi langsung kesesuaian, kenyamanan, dan penerimaan
pekerja.
Pada beberapa tipe pekerjaan, pekerja mungkin terpapar 2
atau lebih bahaya, sehingga memerlukan pemakaian APD secara bersamaan. Pastikan
APD yang dipakai sesuai satu sama lain. Contohnya tukang las yang membutuhkan
pelindung terhadap uap pengelasan, sinar radiasi pancaran pengelasan, dan
serpihan logam yang berterbangan. Untuk ini, pekerja membutuhkan helm pengelas,
kaca mata pengelas, dan mungkin respirator
yang sesuai seperti air supplied welding
hood.
Setelah memilih APD yang tepat, langkah selanjutnya
adalah melatih pekerja. Kewajiban untuk memberikan penjelasan mengenai APD ini juga
tertuang di pasal 9 UU 1/1970 tentang Keselamatan Kerja.
Ketika pekerja mengikuti pelatihan APD, mereka wajib
mengetahui beberapa topik berikut: kapankah APD wajib dikenakan; APD apa yang
wajib dipakai; bagaimana cara memakai, melepas, menyesuaikan APD ke badan;
keterbatasan APD; dan cara merawat, memperbaiki, masa pakai, serta pembuangan
APD.
Pekerja harus mampu menunjukkan bahwa ia mengerti materi
pelatihan dan terampil dalam menggunakan APD dengan benar sebelum mereka
diperbolehkan melakukan pekerjaan yang mewajibkan penggunaan APD.
Jika ada perubahan di tempat kerja, periksalah kembali
APD yang diwajibkan, apakah masih sesuai dengan kondisi kerja yang baru. Jika
kondisi kerja berubah dan tipe APD yang diwajibkan pun berubah, pekerja wajib
mendapatkan pelatihan ulang karena pelatihan APD sebelumnya dianggap tidak
valid.
Memakai APD tidak boleh menimbulkan bahaya yang lebih
besar. Misalnya, sarung tangan dapat mencegah cedera pada kulit atau tangan
ketika bekerja mempergunakan benda berputar, tapi sarung tangan bisa
menciptakan bahaya tersangkut ketika bekerja mempergunakan mesin bor tekan atau
mesin bubut. Dalam hal ini, sarung tangan tidak boleh dipakai ketika
mempergunakan kedua mesin tersebut.
Sebagaimana program K3 lainnya, efektifitas pelaksanaan
program APD juga perlu dimonitor dengan cara memeriksa atau menginspeksi
peralatan APD dan mengaudit pelaksanaan prosedur APD. Umumnya audit dilakukan
setiap tahun, namun peninjauan yang lebih sering pada area kerja yang memiliki
tingkat risiko tinggi, sangatlah disarankan.
Membandingkan antara kinerja K3 sebelum pelaksanaan
program juga akan sangat berguna untuk menentukan apakah program APD berjalan
dengan sukses atau gagal.
Ketika program APD telah berjalan, banyak orang
beranggapan bahwa pekerja telah sepenuhnya terlindungi. Hal itu tidaklah benar.
Prinsip perlindungan dasar kecelakaan seperti housekeeping dan rekayasa teknik tidak boleh diabaikan.
APD bukanlah pelindung utama. Penggunaan APD tidak
mencegah terjadinya kecelakaan. APD juga tidak menghilangkan bahaya dari tempat
kerja. APD hanya mengurangi paparan atau meminimalisir tingkat keparahan
cedera. Karena itulah, APD sering disebut sebagai pelindung terakhir.
---000---
Penyusun:
Syamsul Arifin, SKM, MKKK.
Praktisi K3 Balikpapan
Referensi:
·
Occupational Safety and Health Administration
(OSHA). Personal Protective Equipment.
2003. Amerika
·
Health and Safety Executive (HSE) UK. Personal protective equipment (PPE) at work.
2013. Inggris
·
European Commission. Guidelines on the application of council directive 89/686/EEC of 21
December 1989 on the approximation of the laws of the member states relating to
personal protective equipment. 2017
·
Canadian Centre for Occupational Health &
Safety (CCOHS). Designing an Effective
PPE Program. 2017. http://www.ccohs.ca/oshanswers/prevention/ppe/designin.html
·
Safe Work Australia. Personal protective equipment. 2017. https://www.safeworkaustralia.gov.au/ppe
Majalah Katiga, No.65, Jan 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar