05 Desember 2024

Survivorship Bias dan Kesalahan Analisis Data

Pada perang dunia kedua (1940-an), tentara Amerika meminta bantuan ahli matematika, Abraham Wald, untuk memberikan rekomendasi cara terbaik untuk melindungi pesawat tempur mereka.

Pihak militer tahu bahwa lapisan pelindung baja bisa menahan tembakan lawan, tapi tidak mungkin untuk melapisi seluruh pesawat dengannya, karena akan membuat pesawat menjadi sangat berat untuk dapat terbang lincah.

Rencana awal mereka, setelah menganalisis pesawat-pesawat sepulang pertempuran, yaitu memperkuat bagian yang paling sering tertembak atau rusak parah, yakni bagian sayap, ekor, dan perut bawah pesawat.

Namun Wald menyadari ada kekeliruan berpikir (cognitive fallacy). Analisis mereka tidak mempertimbangkan informasi penting yang hilang/tidak diperhitungkan, yaitu pesawat yang tertembak dan tidak kembali ke pangkalan (jatuh di medan perang).

Akibatnya, jika rencana awal dilaksanakan, malah akan menambah perlindungan di bagian yang salah. Lubang-lubang peluru yang mereka lihat pada pesawat yang kembali ke pangkalan, sebetulnya mengindikasikan tembakan yang dapat diterima (tidak membuat jatuh atau dapat terus terbang). Area itu tidak membutuhkan pelindung tambahan.

Akhirnya, rencana awal direvisi. Dan seperti kita lihat saat ini, Amerika menjadi salah satu negara pemenang perang dunia kedua.

Fenomena kekeliruan berpikir itu dinamakan survivorship bias. Keliru karena hanya menganalisa data yang lolos seleksi tertentu (data yang sampai di tangan), gagal mempertimbangkan data yang tidak masuk.

Pengambilan keputusan membutuhkan data detail yang baik, namun kehati-hatian perlu diterapkan agar jangan sampai kehilangan 'gambaran besar/utuh informasi'.

Sebagai praktisi K3 contohnya, data yang sering diutak-atik, pelaporan kecelakaan. Apakah memang benar gambaran data seluruh kecelakaan sudah dipertimbangkan?

Jangan sampai respon, perlakuan, atau tindak lanjut yang dimunculkan dari analisis data kecelakaan kita mengarah ke entitas/tempat/pihak yang salah sehingga memberikan dampak yang tidak konstruktif. Karena tanpa disadari, diri kita mengalami survivorship bias.

Cerita di balik data bisa jadi lebih penting dibandingkan data itu sendiri. Atau mungkin, alasan mengapa kita tidak memiliki data tertentu bisa jadi lebih bermakna ketimbang data yang kita punyai.

Coba kita renungkan bersama. Adakah hal/contoh lain terkait bias ini yang pernah kita alami/temui/lihat? Silakan sharing-nya untuk pembelajaran bersama.


---000---

Bandung-Jakarta, 19 Juli 2024

Syamsul Arifin, SKM. MKKK. CertIOSH

Praktisi K3LH.

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar