Juni 1993, seorang peneliti dan mahasiswi S3 studi perilaku organisasi dari Harvard mengamati data di hadapannya dengan penuh kebingungan.
Amy Edmondson sedang meneliti hubungan antara kinerja 8 tim medis dan pelaporan kesalahan (error). Hipotesa awalnya, tim yang berkinerja tinggi akan memiliki laporan kesalahan paling kecil, begitu juga sebaliknya.
Namun data yang ia temukan di lapangan berkorelasi terbalik, tim dengan kinerja tinggi justru memiliki pelaporan kesalahan paling banyak, sedang tim dengan kinerja paling rendah pelaporannya juga rendah.
Dilakukanlah penelitian lanjutan, ternyata ditemukan fenomena menarik, yaitu para pengawas di tim berkinerja tinggi membangun iklim yang tidak mudah menyalahkan, terbuka terhadap pelaporan, dan fokus pada perbaikan.
Hal itu kemudian dikenal sebagai "psychological safety", dimana tim kerja merasa nyaman/selamat dan tidak khawatir akan dihukum atau dipermalukan jika mengutarakan ide atau pertanyaan dan melaporkan masalah atau kesalahan.
Anggota tim yang berani melaporkan kesalahan membuat data pelaporan menjadi tinggi, namun, pelaporan itu dikelola dengan baik menghasilkan pembelajaran dan perbaikan berkelanjutan, yang pada gilirannya meningkatkan kinerja tim.
Sedang tim yang memiliki psychological safety rendah, tidak melaporkan kejadian karena takut akan hukuman/konsekuensi yang kan menyertai, akibatnya pembelajaran menjadi kecil, dan pada akhirnya kinerja menjadi rendah.
Dari situ kita bisa belajar beberapa hal:
Pertama, jangan pernah menganggap bahwa kejadian yang dilaporkan sama dengan kejadian aktual yang terjadi di lapangan.
Ada banyak variabel, diantara yang sudah saya sebutkan di awal. Apakah pelaporan akan membuat "hidup" atau karir seseorang jadi semakin sulit/susah berkembang?
Manusia pada umumnya bersifat risk/loss aversion. Berusaha menghindari risiko atau kerugian. Jika melaporan malah dapat kerugian (dimarahi, potensi karir tersendat) sedang tidak melaporkan ada keuntungannya (karir aman, tidak dimarahi). Tahu kan mana yang akan diambil?
Kedua, berbuat salah adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.
Bagian dari sifat manusiawi yaitu bisa letih, bisa lupa, memiliki keterbatasan ingatan, fokus perhatian, dipengaruhi bias atau heuristik, tekanan/stres/emosi, dst.
Sekalipun begitu, banyak orang yang mengharamkan pekerja/manusia berbuat salah (kecuali bagi diri mereka sendiri). Padahal, manufaktur mobil saja paham, bahwa sebaik-baiknya pengendara, akan selalu ada potensi kegagalan, maka dibuatlah mobil yang tetap selamat jika ada kecelakaan (fail safely), ada crumple zones, safety cage, side impact protection, engine drop system, airbag, seat belt, dst.
Terlebih lagi pada industri atau pekerjaan dengan tingkat ketidakpastian dan interdependensi yang tinggi -seperti di studi kasus pelaporan vs kinerja Amy ini-.
Ketiga, adanya kejadian belum tentu menggambarkan buruknya kinerja seseorang/tim/organisasi.
Tingginya angka pelaporan sering diasosiasikan dengan buruknya kinerja, padahal -berkaca pada penelitian Prof Amy Edmondson- pelaporan lebih erat hubungannya dengan pembelajaran dan peningkatan kinerja.
Apa lagi kira-kira ya hikmah yang bisa kita ambil? Share your thoughts.
---000---
Depok, 10 Agustus 2024
Syamsul Arifin, SKM. MKKK. Cert IOSH.
Praktisi K3LH.
Referensi:
- Amy Edmondson. 2023. Right kind of wrong: why learning to fail can teach us to thrive (buku)
- Amy Edmondson. 2018. The fearless organization: creating psychological safety in the workplace for learning, innovation, and growth (buku)
- Amy Edmondson. 2004. Learning From Mistakes Is Easier Said Than Done: Group and Organizational Influences on the Detection and Correction of Human Error (paper).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar