Saya sedang mengikuti kelas online "Occupational Health in Developing Country" oleh Universitas Bergen.
Di salah satu modul yang dipelajari, ada pernyataan yang menarik berikut:
[mulai kutipan]
"The basic philosophy behind workers’ compensation is to provide economical and medical compensation to those who suffer from a disease or injury that was caused by their work.
In many countries, however, the situation is that compensation is cheaper than prevention, and as a result, employers have little incentive to prevent accidents and diseases."
[/selesai kutipan]
Pengusaha jadi hanya memiliki sedikit motivasi untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, akibat murahnya biaya kompensasi ketimbang investasi pencegahan kecelakaan.
Hal tersebut logis saja, mengingat manusia akan berusaha untuk mencari hasil yang optimal dengan mempertimbangkan keuntungan yang didapat dan biaya yang harus dikeluarkan -teori psikologi/perilaku ekonomi 'rational choice theory'.
Apalagi di teori psikologi ekonomi 'prospect theory' yang dikembangkan oleh Kahneman (penulis think fast and slow) dan Tversky, ada istilah loss aversion, yaitu orang lebih cenderung untuk menghindari kerugian ketimbang mendapatkan keuntungan, karena secara psikologis, kerugian dirasakan 2x lebih kuat daripada keuntungan.
Jadi, pola pikir yang menghindari kerugian yang nampak langsung di depan mata (besarnya biaya investasi pencegahan kecelakaan) dibandingkan membayar kompensasi yang tidak seberapa, sepertinya tampak masuk akal -bagi pengusaha (yang tidak beretika).
Salah satu usaha untuk mengubah pola pikir tersebut adalah dengan mengenalkan konsep bahwa biaya yang dikeluarkan dalam usaha pencegahan kecelakaan adalah investasi yang akan memberikan deviden/keuntungan.
Salah satu artikel yang bisa jadi awalan untuk menjelaskan hal itu bisa dilihat pada link berikut:
http://www.syamsularifin.org/2017/09/deviden-dari-investasi-program.html
Hal lain yang perlu dilakukan oleh praktisi K3 ketika mengembangkan inisiatif program K3 adalah dengan membuat perspektif bisnis dalam bentuk business case/proposal bisnis.
Dengan membungkus program K3 dalam bentuk business case, kita menggunakan kaca mata yang sama yang dipakai oleh pengusaha dalam menjalankan operasional -untung-rugi.
Langkah sederhana melakukannya bisa dilihat pada artikel berikut:
http://www.syamsularifin.org/2017/10/6-langkah-menyusun-proposal-bisnis.html
Menurutmu, apalagi yang bisa kita lakukan untuk mengubah pola pikir penguasa agar termotivasi mengeluarkan anggaran investasi untuk program K3..?
Apakah cara-cara tersebut akan berhasil..?
Sampaikan sharing tambahannya disini. 🙏🏻
---000---
Depok, 2 November 2020
Syamsul Arifin, SKM. MKKK. Grad IOSH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar