Menurut
opini penulis, guna meraih kinerja optimum, ada beberapa elemen yang perlu
hadir dalam pengelolaan K3 industri:
- Komitmen manajemen
- Praktik rekayasa teknik yang baik (good engineering practices), penerapan standar/code industri
- Proses administratif: identifikasi bahaya, analisis risiko, prosedur standar operasional, pelatihan
- Partisipasi pekerja, saling mengamati-mengingatkan (behavior base safety), kehandalan pekerja (resilient).
Ilustrasi
sebuah pohon dapat dengan mudah menggambarkan hal tersebut.
Akarnya
adalah komitmen manajemen, yang menyuplai organisasi dengan unsur hara/nutrien
yang diperlukan. Pokok pohonnya adalah penerapan praktik-praktik rekayasa
teknik yang dilakukan dalam organisasi. Tegaknya pohon ditentukan oleh kekuatan
pokoknya.
Cabang-cabang
pohon adalah semua proses administratif yang ada (manual, prosedur,
identifikasi bahaya, pelatihan, dan seterusnya). Dan rimbun daunnya adalah
keterlibatan para pekerja. Ini mutlak diperlukan karena di sinilah terletak
proses fotosintesa/memasak perpaduan antara unsur hara dari tanah dengan sinar
matahari.
Dengan
begitu, kita akan dapat melihat proses K3 yang komprehensif. Dibutuhkan semua
bagian-bagian itu agar dapat dikatakan sebuah pohon. Dan kehilangan salah satu
bagiannya, maka pohon lambat laun akan mati.
Bentuk
komitmen manajemen dapat terlihat dari dukungan finansial dan waktu yang
diberikan dalam pelaksanaan program kerja K3. Budgeting yang proporsional,
aktif terlibat dalam mengkampanyekan dan menjalankan kegiatan terkait
keselamatan kesehatan kerja.
Penerapan
rekayasa teknik adalah langkah awal pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Kita tidak perlu mengembangkan lagi standar/code praktis industri, sudah
ada banyak standar yang dapat diadopsi ketika membuat atau mengembangkan desain
instalasi pabrik, proses produksi, fasilitas workshop, perkantoran, dan lain
sebagainya. Standardisasi tersebut bisa dilihat dari API (American Petroleum
Institute), NFPA (National Fire Protection Association), ASTM (American
Standard Testing and Material), ISO (International Organization for Standardization),
SNI (Standar Nasional Indonesia), dll.
Fungsi
administratif memperkuat kehandalan operasi, yang diwujudkan melalui disiplin
dalam penggunaan dokumentasi, mengembangkan analisa risiko, mematuhi prosedur
kerja, berkomunikasi melalui izin kerja, mengembangkan kompetensi melalui
pelatihan-pelatihan.
Dan
terakhir, partisipasi pekerja yang mutlak diperlukan. Ujung tombak pelaksana
pekerjaan adalah pekerja, merekalah yang akhirnya menganalisa, memutuskan,
mengeksekusi, dan juga memberhentikan pekerjaan jika dirasa tidak selamat. Mereka
tahu apa yang telah terjadi, apa yang harus dilakukan, apa yang perlu diamati,
dan tahu apa saja kemungkinan yang akan terjadi. Karenanyalah, umpan balik
mereka wajib diminta.
Sudah
jamak diketahui bahwa K3 telah
berkembang seiring perjalanan waktu. Diawali dengan perbaikan di sisi teknik
dengan membuat mesin atau alat kerja yang lebih baik, proses produksi yang
lebih dapat diandalkan, dan area kerja lebih terstandardisasi telah menekan
banyak kejadian kecelakaan di tempat kerja.
Pembuatan
pembatas, penutup, isolasi, hingga pembuatan alat sensor dan aksi otomatis
mekanik untuk menyesuaikan dengan respon kondisi aktual pekerjaan adalah
contoh-contoh perbaikan di sisi teknik/engineering.
Fase
selanjutnya diteruskan dengan perbaikan dari sisi sistem manajemen K3.
Pembuatan kebijakan, prosedur kerja, instruksi kerja, pelatihan, dokumentasi,
izin kerja adalah contoh perbaikan dari sisi ini.
Demikian
juga dengan adanya standardisasi sistem manajemen semisal ISO 45001, ISO 14001,
dan ISO 9001 untuk menjamin pelaksanaan yang berkualitas, lebih selamat,
efisien, komprehensif, dan akhirnya juga lebih menguntungkan perusahaan karena
penerimaan produk yang lebih luas.
Fase
terakhir adalah perkembangan di bidang kinerja manusia (human performance) atau
faktor manusia (human factors). Ketika perbaikan dari sisi teknik dan sistem
manajemen dianggap sudah optimal, mulailah perbaikan K3 fokus pada faktor
manusia.
Memahami
bagaimana pengaruh kondisi kerja terhadap pekerja; menyesuaikan pekerjaan agar
sesuai dengan batasan manusia; mempelajari bagaimana beban kerja dan
pengaruhnya terhadap fokus, perhatian, keletihan, daya pikir; mencari tahu
bagaimana mengidentifikasi kesalahan (error) dan cara memperbaikinya; serta mencari
cara yang efektif untuk mengubah perilaku tidak selamat dan mempertahankan
perilaku yang baik atau selamat.
Di
tahap akhir ini, pekerja difokuskan bukan karena dianggap sebagai salah satu
sumber bahaya, tapi sebagai salah satu pelindung, karena dengan adanya dia di
ujung tombak pekerjaan, ia mampu mempergunakan daya logika, analisa dan
memberikan tindakan yang tepat agar memberikan kehandalan operasi kerja
(resilience).
Dalam
melihat perkembangan itu. Kita harus mengingat bahwa fase yang telah terjadi di
awal sejarah perkembangan K3 telah menjadi pondasi perbaikan sebelum
mempergunakan program-program perbaikan selanjutnya.
Karena
itu, fase-fase perbaikan K3 di perusahaan haruslah komprehensif. Disinilah
ilustrasi pohon keselamatan dapat dipergunakan untuk mempermudah pemahaman
kita.
Agar
mendapat kinerja K3 yang optimum, ada 4 faktor yang perlu diperhatikan dan
diperkuat: komitmen manajemen, praktik rekayasa teknik yang baik, proses
administratif, dan partisipasi pekerja. Itu semua digambarkan secara sederhana
dengan ilustrasi/gambaran pohon keselamatan kerja.
---000---
Tulisan ini dimuat juga di Majalah Katiga, edisi Desember 2018 - Januari 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar